Kota Tua Banten Lama adalah situs yang merupakan sisa kejayaan Kerajaan Islam Banten. Letaknya relatif tidak jauh dari kota Jakarta sehingga perjalanan dapat dilakukan sehari penuh tanpa perlu menginap.
Kota Tua Banten Lama dapat ditempuh sekitar dua jam dari Jakarta. Keluar dari pintu tol Serang Timur, belok kanan, sekitar 11 km kemudian akan mencapai Banten Lama. Terdapat beberapa peninggalan bersejarah yang sangat terkenal diantaranya:
Museum Kepurbakalaan Banten Lama
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama mempunyai luas tanah kurang lebih 10.000 m2 dan bangunan kurang lebih 778 m2. Dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa Barat seperti yang terlihat pada bentuk atapnya.
Museum yang terletak antara Keraton Surosowan dan Masjid Agung Banten Lama ini menyimpan banyak benda-benda purbakala. Dilihat dari bentuk bangunannya Museum Situs Kepurbakalaan lebih mirip seperti sebuah rumah yang kemudian dialihfungsikan menjadi museum.
Dari sekian banyak benda-benda purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5 kelompok besar.
Arkeologika, benda-benda yang digolongkan dalam kategori ini adalah arca, gerabah, atap, lesung batu, dll.
Numismatika, koleksi bendanya berupa mata uang, baik mata uang lokal maupun mata uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur rumah adat suku Baduy dan berbagai macam senjata tradisional dan juga senjata peninggalan kolonial seperti tombak, keris, golok, meriam, pistol, dll.
Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam keramik. Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat seperti Birma, Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Tidak ketinggaln pula keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.
Seni rupa, yang termasuk didalamnya adalah benda-benda seni seperti lukisan atau sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah lukisan hasil reproduksi.
Selain menyimpan benda-benda koleksi kepurbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua artefak yang disimpan di halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, yaitu artefak Meriam Ki Amuk dan juga alat penggilingan lada.
Yang paling terkenal adalah Meriam Ki Amuk, meriam yang terbuat dari tembaga dengan panjang sekitar 2,5 meter ini merupakan hasil rampasan dari tentara Portugis yang berhasil dikalahkan. Konon Meriam Ki Amuk memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat ini tersimpan di halaman belakang Museum Fatahillah Jakarta.
Sedangkan alat penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada jaman dahulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang ke Banten, salah satunya ingin menguasai produksi lada.
Situs Keraton Surusoan
Keraton merupakan kumpulan bangunan tempat tinggal raja dan keluarganya. Keraton pada umumnya juga dijadikan pusat kerajaan dan merupakan pusat dari segala kegiatan politik, ekonomi, sosial, serta budaya.
Para pejabat kerajaan, bangsawan dan keluarga raja biasanya juga tinggal di sekitar Istana (chaerosti, 1990 : 21). Selain itu, sesuai dengan pandangan kosmologis dan relegio-magis yang bersumber pada tradisi bangsa Indonesia, keratin merupakan pusat kekuatan gaib yang berpengaruh pada seluruh kehidupan masyarakat.
Keraton Surosowan mengalami beberapa kali penghancuran, kehancuran yang pertama kali terjadi pada tahun 1680. Kehancuran yang kedua dan ini yang terparah adalah tahun 1813, ketika Gubernur Jendral Belanda yang bernama Herman Daendels memerintahkan kehancuran Keraton.
Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Sultan Haji).
Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.
Situs Istana Keraton Kaibon
Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), istana ini dibangun untuk ibunda Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengigat pada waktu itu, sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten, Sultan Syaifusin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
Dalam sejarah, Istana Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan Istana Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton, menurut pemandu wisata dari Museum Purbakala Banten Obay Sobari, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).
Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Berbeda dengan kondisi Istana Surosowan yang boleh dibilang "rata" dengan tanah. Pada Istana Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada dalam kompleks istana.
Pada Istana Kaibon, setidaknya pengunjung masih bisa melihat sebagin dari struktur bangunan yang masih tegak berdiri. Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa (khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh.
Deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap juga masih bisa dinikmati di lokasi ini
Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya yang lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar dari Ratu Aisyah.
Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air
Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama mempunyai luas tanah kurang lebih 10.000 m2 dan bangunan kurang lebih 778 m2. Dibangun dengan gaya arsitektur tradisional Jawa Barat seperti yang terlihat pada bentuk atapnya.
Museum yang terletak antara Keraton Surosowan dan Masjid Agung Banten Lama ini menyimpan banyak benda-benda purbakala. Dilihat dari bentuk bangunannya Museum Situs Kepurbakalaan lebih mirip seperti sebuah rumah yang kemudian dialihfungsikan menjadi museum.
Dari sekian banyak benda-benda purbakala yang menjadi koleksinya, benda-benda tersebut dibagi menjadi 5 kelompok besar.
Arkeologika, benda-benda yang digolongkan dalam kategori ini adalah arca, gerabah, atap, lesung batu, dll.
Numismatika, koleksi bendanya berupa mata uang, baik mata uang lokal maupun mata uang asing yang dicetak oleh masyarakat Banten.
Etnografika, benda-benda koleksinya berupa miniatur rumah adat suku Baduy dan berbagai macam senjata tradisional dan juga senjata peninggalan kolonial seperti tombak, keris, golok, meriam, pistol, dll.
Keramologika, yaitu benda-benda koleksi berupa macam-macam keramik. Keramik yang tersimpan berasal dari berbagai tempat seperti Birma, Vietnam, China, Jepang, Timur Tengah dan Eropa. Tidak ketinggaln pula keramik lokal asal Banten yang biasanya lebih dikenal dengan sebutan gerabah dan biasanya gerabah ini digunakan sebagai alat-alat rumah tangga.
Seni rupa, yang termasuk didalamnya adalah benda-benda seni seperti lukisan atau sketsa. Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama ini menyimpan banyak koleksi lukisan tetapi hampir keseluruhannya adalah lukisan hasil reproduksi.
Selain menyimpan benda-benda koleksi kepurbakalaannya di dalam ruangan, terdapat dua artefak yang disimpan di halaman Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama, yaitu artefak Meriam Ki Amuk dan juga alat penggilingan lada.
Yang paling terkenal adalah Meriam Ki Amuk, meriam yang terbuat dari tembaga dengan panjang sekitar 2,5 meter ini merupakan hasil rampasan dari tentara Portugis yang berhasil dikalahkan. Konon Meriam Ki Amuk memiliki kembaran yaitu Meriam Ki Jagur yang saat ini tersimpan di halaman belakang Museum Fatahillah Jakarta.
Sedangkan alat penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sangat keras telah hancur menjadi beberapa bagian. Pada jaman dahulu Banten memang dikenal sebagai penghasil lada, itulah yang menyebabkan Belanda datang ke Banten, salah satunya ingin menguasai produksi lada.
Situs Keraton Surusoan
Keraton merupakan kumpulan bangunan tempat tinggal raja dan keluarganya. Keraton pada umumnya juga dijadikan pusat kerajaan dan merupakan pusat dari segala kegiatan politik, ekonomi, sosial, serta budaya.
Para pejabat kerajaan, bangsawan dan keluarga raja biasanya juga tinggal di sekitar Istana (chaerosti, 1990 : 21). Selain itu, sesuai dengan pandangan kosmologis dan relegio-magis yang bersumber pada tradisi bangsa Indonesia, keratin merupakan pusat kekuatan gaib yang berpengaruh pada seluruh kehidupan masyarakat.
Keraton Surosowan mengalami beberapa kali penghancuran, kehancuran yang pertama kali terjadi pada tahun 1680. Kehancuran yang kedua dan ini yang terparah adalah tahun 1813, ketika Gubernur Jendral Belanda yang bernama Herman Daendels memerintahkan kehancuran Keraton.
Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten terletak di Kompleks bangunan masjid di Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen, sekitar 10 km sebelah utara Kota Serang. Masjid ini dibangun pertama kali oleh Sultan Maulana Hasanuddin (1552-1570), sultan pertama Kasultanan Demak. Ia adalah putra pertama Sunan Gunung Jati.
Salah satu kekhasan yang tampak dari masjid ini adalah adalah atap bangunan utama yang bertumpuk lima, mirip pagoda China. Ini adalah karya arsitektur China yang bernama Tjek Ban Tjut. Dua buah serambi yang dibangun kemudian menjadi pelengkap di sisi utara dan selatan bangunan utama.
Di serambi kiri masjid ini terdapat kompleks makam Sultan-sultan Banten dan keluarganya, yaitu Maulana Hasanuddin dengan permaisurinya, Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Abu Nashr Abdul Kahhar (Sultan Haji).
Sementara di serambi kanan, terdapat makam Sultan Maulana Muhammad, Sultan Zainul Abidin, Sultan Abdul Fattah, Pangeran Aria, Sultan Mukhyi, Sultan Abdul Mufakhir, Sultan Zainul Arifin, Sultan Zainul Asikin, Sultan Syarifuddin, Ratu Salamah, Ratu Latifah, dan Ratu Masmudah.
Situs Istana Keraton Kaibon
Ditinjau dari namanya (Kaibon = Keibuan), istana ini dibangun untuk ibunda Sultan Syafiudin, Ratu Aisyah mengigat pada waktu itu, sebagai sultan ke 21 dari kerajaan Banten, Sultan Syaifusin masih sangat muda (masih berumur 5 tahun) untuk memegang tampuk pemerintahan.
Dalam sejarah, Istana Keraton Kaibon ini dihancurkan oleh pemerintah belanda pada tahun 1832, bersamaan dengan Istana Surosowan. Asal muasal penghancuran keraton, menurut pemandu wisata dari Museum Purbakala Banten Obay Sobari, adalah ketika Du Puy, utusan Gubernur Jenderal Daen Dels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (di Labuhan).
Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daen Dels yang kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon.
Berbeda dengan kondisi Istana Surosowan yang boleh dibilang "rata" dengan tanah. Pada Istana Kaibon, masih tersisa gerbang dan pintu-pintu besar yang ada dalam kompleks istana.
Pada Istana Kaibon, setidaknya pengunjung masih bisa melihat sebagin dari struktur bangunan yang masih tegak berdiri. Sebuah pintu berukuran besar yang dikenal dengan nama Pintu Paduraksa (khas bugis) dengan bagian atasnya yang tersambung, tampak masih bisa dilihat secara utuh.
Deretan candi bentar khas banten yang merupakan gerbang bersayap juga masih bisa dinikmati di lokasi ini
Di bagian lain, sebuah ruangan persegi empat dengan bagian dasarnya yang lebih rendah atau menjorok ke dalam tanah, diduga merupakan kamar dari Ratu Aisyah.
Ruang yang lebih rendah ini diduga digunakan sebagai pendingin ruangan dengan cara mengalirkan air di dalamnya dan pada bagian atas baru diberi balok kayu sebagai dasar dari lantai ruangan. Bekas penyangga papan masih terlihat jelas pada dinding ruangan ini.
Arsitektur Keraton Kaibon ini memang sungguh unik karena sekeliling keraton sesungguhnya adalah saluran air. Artinya bahwa keraton ini benar-benar dibangun seolah-olah di atas air. Semua jalan masuk dari depan maupun belakang ternyata memang benar-benar harus melalui jalan air
0 komentar:
Posting Komentar